Obat Alergi Untuk Mabuk Perjalanan, Apakah Efektif?

Pernahkah Anda mengalami mual, pusing atau keringat dingin padahal baru duduk di mobil 15 menit? Perjalanan masih panjang, tapi badan udah nggak karuan? Rencana perjalanan yang semula menyenangkan tapi berakhir dengan sibuk menahan muntah sepanjang jalan? Mungkin Anda mengalami mabuk perjalanan. Kondisi ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman selagi berkendara, terutama bila perjalanan ditempuh dalam waktu yang panjang. Mabuk perjalanan lebih umum terjadi pada anak meski begitu, tak jarang orang dewasa juga mengalaminya1.
Secara medis, mabuk perjalanan terjadi akibat ketidaksesuaian antara sinyal yang diterima oleh pancaindra dan informasi yang diproses oleh otak. Saat berada di kendaraan, mata memberi sinyal bahwa tubuh sedang bergerak, sedangkan sistem vestibular (yang mengatur keseimbangan) mungkin tidak merasakan gerakan yang sama karena tubuh tetap diam. Perbedaan ini membingungkan otak dan memicu gejala seperti mual dan pusing2. Tidak hanya saat berkendara di darat, laut, atau udara, gejala serupa juga bisa muncul saat menonton film dengan banyak gerakan atau menaiki wahana permainan ekstrim1.
Untuk mengurangi gejala mabuk perjalanan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Misalnya, mengatur posisi tubuh untuk meminimalisir goncangan, menghindari membaca saat berkendara, duduk searah dengan laju kendaraan, hindari merokok atau menggunakan nikotin, mendengarkan musik yang menenangkan, mengatur pernafasan, dan fokus melihat lingkungan di luar kendaraan. Jika berbagai cara tersebut tidak efektif, konsumsi obat dapat menjadi pilihan. Salah satu yang paling sering digunakan adalah obat mengandung dimenhydrinate1.
Dimenhydrinate termasuk dalam golongan antihistamin yang bekerja dengan memblok reseptor histamin 1 (H1). Histamin merupakan salah satu senyawa yang berperan dalam persinyalan tubuh termasuk fungsi otak, reaksi alergi, pergerakan, pencernaan, hingga siklus tidur. Dalam kondisi mabuk perjalanan, histamin bekerja menyampaikan informasi dari telinga, sebagai pusat pengaturan keseimbangan, mengenai gerakan yang dirasakan tubuh. Dengan memblokir reseptor H1, dimenhydrinate membantu meredakan gejala seperti mual dan muntah3.
Selain dimenhidrinat, terdapat beberapa antihistamin lain yang juga bekerja pada reseptor H1, seperti Cetirizine, Chlorpheniramine, Cyclizine, Doxylamine, Hydroxyzine, Meclizine. Mungkin diantara beberapa obat tersebut Cetirizine dan Chlorpheniramine terdengar familiar. Kedua obat ini umumnya digunakan dalam meredakan gejala alergi seperti gatal, rump pada kulit, bersin-bersin, dan hidung berair3. Jika sama-sama antihistamin, apakah obat obat alergi juga dapat digunakan untuk mabuk perjalanan?
Penelitian mengenai penggunaan cetirizine dalam meredakan gejala mabuk perjalanan dilakukan oleh Tu dkk. Hasilnya, cetirizine tidak dapat meredakan gejala mabuk perjalanan secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan cetirizine untuk menembus sawar darah otak—lapisan pelindung yang membatasi zat-zat tertentu masuk ke otak. Padahal, untuk mengatasi mabuk perjalanan, obat harus bisa bekerja di sistem saraf pusat, tempat otak mengatur sinyal keseimbangan4,5. Sebaliknya, Cetirizine yang merupakan antihistamin generasi 2 yang dirancang untuk menghindari penetrasi pada otak sehingga efek samping mengantuk lebih rendah6.
Sebaliknya, penelitian oleh Buckey dkk. membuktikan bahwa chlorpheniramine efektif dalam meredakan gejala mabuk perjalanan. Berbeda dengan cetirizine, chlorpheniramine merupakan antihistamin generasi pertama yang memiliki kemampuan lebih baik untuk menembus sawar darah otak. Efek samping berupa rasa kantuk justru dapat membantu untuk menghindari rasa tidak nyaman akibat mabuk perjalanan7.
Karena efektivitasnya, chlorpheniramine kerap digunakan secara off label untuk mengatasi mabuk perjalanan8. Off label merujuk pada penggunaan obat untuk indikasi yang tidak tercantum dalam izin resmi dari BPOM. Meski dapat memberikan manfaat, penggunaan obat secara off label memiliki risiko lebih tinggi karena belum didukung oleh data keamanan dan efektivitas yang memadai9.Jadi, pastikan gunakan obat sesuai aturannya yaa!
Direview oleh : apt. Safira Aulia, S.Farm
Referensi:
- Takov, V. and Prasanna Tadi (2023). Motion Sickness. Nih.gov. Tersedia daring pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539706/ [Diakses pada: 19 Jun. 2025].
- Cleveland Clinic. (2023). Motion Sickness: What It Is, Causes, Symptoms & Treatment. Tersedia daring pada: https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/12782-motion-sickness [Diakses pada: 19 Jun. 2025].
- Khashayar Farzam, Sabir, S. and O’Rourke, M.C. (2023). Antihistamines. Nih.gov. Tersedia daring pada:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538188/ [Diakses pada: 16 Jun. 2025].
- Tu, L., Lu, Z., Dieser, K., Schmitt, C., Chan, S.W., Ngan, M.P., Paul, Nalivaiko, E. and Rudd, J.A. (2017). Brain Activation by H1 Antihistamines Challenges Conventional View of Their Mechanism of Action in Motion Sickness: A Behavioral, c-Fos and Physiological Study in Suncus murinus (House Musk Shrew). Frontiers in Physiology, 8. doi:https://doi.org/10.3389/fphys.2017.00412.
- Sicari, V., Patel, P. and Zabbo, C.P. (2025). Diphenhydramine. Nih.gov. Tersedia daring pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526010/ [Diakses pada: 19 Jun. 2025].
- CDC (2025). Motion Sickness. Yellow Book. Tersedia daring pada: https://www.cdc.gov/yellow-book/hcp/travel-air-sea/motion-sickness.html#:~:text=The%20newer%2C%20%22minimally%20sedating%22,avoid%20penetration%20into%20the%20brain [Diakses pada: 19 Jun. 2025].
- Buckey, J.C., Alvarenga, D.L. and MacKenzie, T.A. (2008). Chlorpheniramine and ephedrine in combination for motion sickness. Journal of Vestibular Research, 17(5-6), pp.301–311. doi:https://doi.org/10.3233/ves-2007-175-610.
- eMedicineHealth. (2022). Chlorpheniramine Maleate: Allergy & Cold Uses, Side Effects. Tersedia daring pada:https://www.emedicinehealth.com/what_is_chlorpheniramine_maleate_used_for/article_em.htm [Diakses pada: 19 Jun. 2025].
- Rianto Setiabudy and Julitasari Sundoro (2024). Pertimbangan Etika untuk Penggunaan Obat Off-Label. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, 8(1), pp.1–4. Tersedia daring pada: https://ilmiahindonesia.id/index.php/jeki/article/view/1 [Diakses pada: 19 Jun. 2025].
ARTIKEL POPULER
-
Manfaat Minyak Jarak (Castor Oil) untuk Kulit, Rambut, dan Lainnya
20 Feb 2024 16:28
-
Cara Menurunkan Berat Badan Berbasis Ilmiah
21 Mar 2023 18:25
-
Mengenal Cara Pakai Inhaler, Diskus, dan Turbuhaler Serta Perbedaannya
29 Okt 2024 07:53
-
Mengenal Antibodi Monoklonal sebagai Targeted Therapy
5 Sep 2023 11:55
Komentar
Belum ada komentar