Waspada Leptospirosis! Air Kencing Tikus yang Mengancam Jiwa
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp dan ditularkan oleh tikus yang dapat menimbulkan wabah jika tidak dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin1. Bakteri ini dapat menginfeksi manusia dan hewan2. Walaupun , hewan yang terinfeksi oleh Leptospira sp. belum tentu tampak dalam kondisi sakit, karena bakteri ini bersifat merugikan bagi penderitanya dan pada beberapa jenis hewan termasuk tikus yang dikenal sebagai reservoir (wadah berkembangbiak bakteri) leptospirosis di Indonesia3.
Penyakit ini kebanyakan ditemukan di wilayah tropis dan subtropis pada musim penghujan yang sangat mendukung penyebaran bakteri Leptospira sp., karena bakteri ini cocok hidup pada lingkungan dengan temperatur hangat, pH air dan tanah netral, kelembaban dan curah hujan yang tinggi4. Terlebih jika kondisi lingkungan dalam keadaan yang buruk yang mendukung perkembangan dan lama hidup bakteri. Maka tidak heran jika leptospirosis biasanya dihubungkan dengan bencana banjir, air pasang di daerah pantai, daerah rawa atau lahan gambut5. Di wilayah Asia Pasifik leptospirosis di kategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui media air (water bone disease), terlebih air yang sudah terkontaminasi oleh bakteri Leptospira sp.6.
Manusia dan binatang dapat terinfeksi oleh bakteri ini melalui kontak antara kulit maupun konsumsi langsung air atau tanah yang mengandung urin binatang yang terinfeksi7. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang ada di kulit, membran mukosa (hidung, mulut dan mata), atau bahkan melalui air minum. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, bakteri ini berada di dalam darah dan menyerang jaringan dan organ tubuh8. Secara alamiah leptospirosis terjadi karena adanya interaksi yang sangat kompleks dan beragam antara agent (pembawa penyakit), host (tuan rumah/pejamu) dan environment (lingkungan)9,10.
Gejala leptospirosis sendiri beragam mulai dari gejala demam, ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal5. Penyakit ini juga dapat menimbulkan kerusakan beberapa organ berupa kegagalan hati akut, kegagalan ginjal akut, perdarahan pada paru-paru, miokarditis dan meningoencephalitis yang berakhir pada kematian3,7.
Pekerjaan yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis meliputi pertanian, peternakan, perkebunan, pertambangan atau selokan, rumah potong hewan, serta profesi seperti pemburu dan tentara11. Risiko pada kelompok pekerjaan ini lebih tinggi dibandingkan profesi lain. Selain itu, buruh, serta individu yang melakukan aktivitas rekreasi di perairan atau bepergian ke wilayah endemis juga berpotensi terpapar leptospirosis12.
Perlu diingat sekali lagi bahwa kejadian leptospirosis biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk, rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat dan keberadaan tikus pembawa bakteri Leptospira sp. di lingkungan tersebut. Untuk mengurangi risiko terjadinya leptospirosis dapat dilakukan dengan memperbaiki kondisi lingkungan yang buruk serta meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Referensi
- Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penaggulangan. Jakarta, Indonesia; 2010.
- Zavitsanou A, Babatsikou F. Leptospirosis: Epidemiology and Preventive measures. Heal Sci J. 2008;2:75–82.
- Lau C, Smythe L, Weinstein P. Leptospirosis: An emerging disease in travellers. Travel Med Infect Dis [Internet]. 2010;8(1):33–9. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.tmaid.2009.12.002
- Ningsih R. Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kejadian Leptospirosis di Jawa Tengah. Universitas Diponegoro Semarang; 2009.
- Widoyono W. Infeksi Bakteri. In: Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2011. p. 63–8.
- Victoriano A, Smythe L, Gloriani-Barzaga N, Cavinta L, Kasai T, Limpakarnjanarat K, et al. Leptospirosis in the Asia Pacific region. BMC Infect Dis [Internet]. 2009;9(1):147. Available from: http://www.biomedcentral.com/14712334/9/147
- Gamage CD, Tamashiro H, Ohnishi M, Koizumi N. Epidemiology, surveillance and laboratory diagnosis of leptospirosis in the WHO South-East Asia Region. In: Lorenzo-Morales J, editor. Zoonosis [Internet]. 2012. p. 213–26.
- World Health Organization. Fact Sheet Leptospirosis [Internet]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21497651
- U.S. Department of Health and Human Services CDC. Principles of Epidemiology in Public Health Practice. Third Edit. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services CDC; 2012.
- United States Department of Agriculture, Animal and Plant Health Inspection Service, Veterinary Services. FAD PReP/Nahems Guidelines Surveillance Epidemiology and Tracing (2014). Ames: The Center for Food Security and Public Health Iowa State University; 2014.
- Fraga TR, Carvalho E, Isaac L, Barbosa AS. Leptospira and Leptospirosis. In: Molecular Medical Microbiology: Second Edition. 2014. p. 1973-90
- Agampodi SB, Karunarathna D, Jayathilala N, Rathnayaka H, Agampodi TC, Karunanayaka L. Outbreak of leptospirosis after white-water rafting: sign of a shift from rural to recreational leptospirosis in Sri Lanka? Epidemiol Infect [Internet]. 2013;142(2014):843–6.
ARTIKEL POPULER
-
Manfaat Minyak Jarak (Castor Oil) untuk Kulit, Rambut, dan Lainnya
20 Feb 2024 16:28
-
Mengenal Cara Pakai Inhaler, Diskus, dan Turbuhaler Serta Perbedaannya
29 Okt 2024 07:53
-
Cara Menurunkan Berat Badan Berbasis Ilmiah
21 Mar 2023 18:25
-
Apa itu Peptida? Apa Saja Manfaat Peptida untuk Tubuh?
20 Feb 2024 16:28
-
Mengenal Antibodi Monoklonal sebagai Targeted Therapy
5 Sep 2023 11:55
Komentar
Belum ada komentar